Kamis, 21 November 2019

Biarkan Jatuh Cinta - Cerpen


Mata ini indah melihatmu
Rasa ini rasakan cintamu
Jiwa ini getarkan jiwamu
Jantung ini detakkan jantungmu

Dan biarkan kupadamu
Menyimpan sejuta hara-

Kegiatan itu terhenti begitu saja saat sebelumnya masih terdengar suara petikan gitar dan nyanyian dari seorang cowok yang lagi bersantai di taman samping rumahnya. Matanya terus mengikuti makhluk mungil yang berjalan masuk ke rumahnya hingga makhluk tersebut pergi dari rumahnya dan menghilang dari pandangannya di pagar tembok rumahnya.

Saat itulah kesadarannya kembali. Dia beranjak menghampiri kakaknya yang masih berdiri dipintu mengantar makhluk mungil tadi yang merupakan temanya.
“eh, kak. Kak?”
“ada apa?”
“tadi itu kawan lo ya?”
“gak mungkin kesinikan kalau bukan teman gue?”
“yah, siapa tau aja kan orang nanya alamat” memberi alasan.
“emangnya ada ya, orang nanya alamat pakek ketuk pintu rumah orang asing?”
“mungkin” menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“napa lo nanya teman gue?”
“ah, gak papa, cuma gue gak pernah lihat aja dia kesini, siapa namanya?”
“Azura, mana mungkin lo lihat, diakan teman gue saat masuk universitas” jawab kakaknya tanpa curiga.
“hm” mengangguk-angguk mengerti.
“tumben lo nanyain teman gue?” mulai curiga.
“gak boleh? Ya udah” berlari ketempatnya semula menghindari kecurigaan kakaknya.

“Azura” guammnya membayangkan sosok mungil tadi yang telah mengganggu pikirnya dengan memeluk gitar kesayangannya.
“Rakaaaaa”

Hancur sudah hayalannya saat suara cempreng kakaknya memanggilnya.
“dasar penyihir bawel, mengganggu bangat” kata Raka mengerang.

~~~

Seperti biasa, Raka bersantai dengan gitarnya di taman samping rumah. Hari ini dia memilih tetap dirumah. Biasanya hanya bernyanyi sebentar sepulang sekolah dan keluar nongkrong bersama teman-temannya.
“why a why tell why not me” lirik lagu enrique mengalun indah di bibinya Raka yang di iringi petikan gitar kesayangannya. Tidak hanya itu, lagu campur aduk semua yang terlintas di dipikirannya dicobanya.

Karena merasa bosan, Raka berhenti dari kegiatannya. Diliriknya jam sudah menunjukkan pukul 04.25. Raka beranjak dari tempatnya dan masuk kedalam. Di dalam Raka berpapasan dengan kakaknya dan Azura.

Waktu seakan berhenti di sekitar Raka saat pandangannya bertemu dengan Azura, makhluk mungil yang membuatnya merusak lagunya orang alias nyanyi suka-sukanya Raka.
“woi” kakaknya Linzi menjalankan kembali waktu yang sempat berhenti disekitarnya.
“eh”
“Zura? Kenalin ini adek gue yang gue bilang tadi, Raka”
“oh, kamu orangnya?”

Raka hanya mengangguk tanpa mengalihkan tatapannya dari Azura. Linzi yang melihatnya di buat geram hingga Linzi menyudahi perkenalan yang di sesalinya yang sudah dilakukannya, karena adiknya membuatnya malu akibat ulahnya yang gak sopan itu. Sebelum berbalik dari hadapan Raka, Azura sempat melemparkan senyum untuk Raka. Tanpa Azura sadari itu memberi efek lebih bagi Raka. Dunianya seakan berputar-putar hingga membuat jantungnya harus lari maraton.

Diperhatikannya tubuh mungil Azura yang menuju pintu. Tingginya hanya sedadanya Raka, dengan wajahnya yang imut Azura lebih cocok disebut anak sekolahan daripada kuliahan, pikir Raka.
“dia lebih cantik dari dekat”

Setelah mengantar Azura pulang, Linzi kembali dan meneriaki nama Raka yang berbarengan dengan namanya juga ikut menggelegar diruang tengah.
“Rakaaaaa/kak Linziiiii” Raka menghampiri kakaknya yang bengong kenapa Raka juga meneriaki namanya.
“ada apa lo teriak-teriak manggil gue?”
“kakak sendiri juga teriak manggil gue”
“itu karena lo udah bikin gue malu, siapa suruh lo natap teman gue lama-lama”
“mau gimana lagi, gue udah terlanjur jatuh cinta sama teman kakak yang imut itu” kata Raka merebahkan badannya disofa.
“a-apa? Lo bilang apa?” mendekati Raka.
“pendengaran kakak masih baguskan?”
“lo jatuh cinta sama Azura?”
“bolehkan” menganggakat alisnya.
“gak”
“kenapa gak?” duduk.
“karena lo tanya sama gue”
“oh begonya gue” memukul jidatnya.
“walaupun lo minta sama Azura sendiri, gak bakalan gue izinin lo suka sama teman gue”
“gue heran ya sama kakak-“ menghentikan kata-katanya dan menatap kakaknya.
“kenapa?”
“yaiyalah, seharusnya lo dukung adek lo lagi jatuh cinta, waktu gue cuek sama cewek lo bilang gak normal, giliran gue suka lonya gak ngebolehin”
“mana mungkin gue ngebolehin, lo sama Azura beda jauh”
“eh kak cinta itu gak manang usia” seakan menyandarkan kakaknya akan kenyataan itu dan melangkah kekamarnya.
“beda usia, dia pikir Bass sama si Sa yang ada dalam drama apa?” kata Linzi.

Dikamar Raka merebahkan badannya dan memejamkan matanya. Dia memikirkan kembali kata-katanya barusan.
‘cinta memang gak mandang usia, dan itu gak masalah bagi gue harus menyukai kak Azura yang dua tahun yang lebih tua dari gue. Tapi, masalahnya apa kak Azura akan menyukai gue yang masih kelas dua sma’ batinya berdialog dalam pejaman matanya.
“ah bodo amat, apa salahnya mencoba sih Raka” kata Raka akhirnya.

~~~

Tiga hari sudah berlalu dari perkanalan dengan Azura. Hari ini minggu, dan ini minggu yang membosankan selama dia masuk SMA. Raka hanya berjalan-jalan di dunia maya, hingga ide untuk mencari Azura terlintas. Di tulisnya nama Linzi FarLinzi di akun fbnya, kemudian mengetik nama Azura di daftar teman kakaknya.

Tidak lama nama Azura Fhonna muncul, dengan PP memperlihatkan wajah makhluk mungil yang akhir-akhir ini memasuki dunianya. Melihat itu membuat Raka melebarkan senyumnya.

Tanpa menunggu lama dikliknya tambah teman. Mungkin waktu sedang berpihak pada Raka, beberapa menit kemudian permintaannya di terima.
“hi kak” imboxnya.
“hi, adiknya Linzi ya?”
“iya kak” balasnya setelah sempat berteriak karena Azura langsung mengenalnya.

Obrolan mereka terus berlanjut, terkadang membuat Raka berteriak atau menari gak jelas. Semua itu terhenti sejenak saat suara mamanya terdengar di depan pintu kamarnya yang sudah memanggilnya beberapa kali.
“ya ma?” sahutnya membuka pintu kamarnya dengan cengirannya.
“ayo. makan” kata mamanya ragu saat melihat anaknya ini.
“ok” kembali menutup pintu kamarnya.

Tidak lama Raka keluar dengan senyuman masih menghiasi wajahnya. Kelakuan anehnya hari ini membuat mamanya dan kakaknya heran.
“lo gak sakit kan ka?” tanya Linzi memegang kening adeknya yang duduk di sampingnya.
“ya kagaklah” menepis tangan kakaknya.
“siapa tau aja kan” melanjutkan makannya yang sempat terhenti dengan kelakuan aneh Raka.
“jadi jagoan mama kenapa hari ini terlihat sangat bahagia?” tanya mamanya yang juga penasaran.
“hm, gak ada papa kok ma”
“aku tau ma” kata Linzin dengan tetap fokus pada makanan di piringnya.

Mendengar penuturan Linzi membuat mamanya mengalihkan pandangannya kearah Linzi. Begitu halnya Raka yang juga penasaran apa yang akan dikatakan kakaknya ini.
”kenapa?”
“mama kenal teman aku yang sering datang kesinikan?” tanya Linzi memajukan badannya kearah mamanya yang duduk berhadapan dengan nada berbisik.
“kak Linzi” kata Raka dengan nada geram.
“hm, Azura?”
“tepat. Mama tau kalau Raka ja-” kata-kata Linzi terhenti saat Raka langsung membekap mulut kakaknya untuk menghentikan kata-katanya.
“ih, apa-apaan sih lo?” Linzi memindahkan tangan Raka di mulutnya.
“kakak yang apaan” balas Raka kesal.

Melihat pertengkaran kecil anak-anaknya ini yang sudah sering terjadi hampir setiap hari membuat memanya tersenyum. Sebenarnya bukan pertenkarannya yang membuatnya tersenyum, tapi karena mamanya tau lanjutan perkataan Linzi tadi.
“Raka/Linzi, makan dulu nanti kalian lanjut lagi berantemnya” lerai mamanya yang tau pertengkaran mereka akan terus berlanjut.

Ruang tengah yang sepi, hanya obrolan mbak-mbak penyiar dan suara gitar yang menemani Raka bernyanyi. Mamanya sibuk dengan bunga-bunganya di taman samping rumah, sedangkan kakaknya lebih memilih di kamarnya dari pada nonton di iringi suaranya Raka. Dalam keseriusannya Raka menyanyikan lagu, tiba-tiba kakaknya datang menghentikan kegiatan konserya.
“lo ada acara kemana hari ini”
“gak ada, kenapa?” jawabnya setelah sekilas melihat wajah Linzi.
“temanin gue ke jalan yok”
“apa?”
“ya, ayok cepat?” perintah Linzi bossy.
“gak, gak mau gue. pergi aja sendiri.”
“pokoknya lo harus mau”

Raka menghentikan petikan gitarnya dan menatap Linzi.
“kakakku yang cantik, kenapa kakak gak ngajak pacar kakak aja untuk nemani kakak jalan-jalan? Bukankah lebih romantis jalan sama pacar sendiri daripada sama adik?”
“yaudah kalau gak mau, kan gue pengennya jalan sama lo” kata Linzi memelas dan berbalik ingin pergi.
“ok, tunggu disini sebentar” kata Raka akhirnya karena gak bisa menolak jika melihat wajah memelas kakaknya orang yang menyebalkan sekaligus orang yang paling disayangnya.

“kak, lo mau kemana sih?” tanya Raka fokus menyetir.
“jalan-jalan”
“ya, gue tau jalan-jalan, ya kemana?”
“ketaman kota, lagi ada pameran”
“apa? Ta-taman kota?” Raka shok karena taman kota bisa di bilang gak jauh dari rumahnya kenapa harus mengajaknya. Ok Raka, kembali ketopik awal, Linzi pengen jalan-jalan sama kamu.

Sampai di tempat yang dimaksud, Linzi masih berdiri di tempat parkiran meski sudah tau Raka sudah memarkirkan mobilnya.
“nunggu apalagi lo kak? ayo masuk”
“sebentar”
“lo nunggu siapa sih kak?” tanya Raka heran melihat Linzi seperti mencari seseorang.
“hah itu” Linzi menunjuk.

Kembali Raka dibuat shok sekaligus geram sama Linzi saat melihat orang yang di maksud. Bagaiman tidak, saat seorang pria yang sudah sangat familiar bagi Raka datang menghampiri dan menyapa mereka yang notabenenya adalah pacar kakaknya.
“hi” sapa Bobby.
“hi sayang”
‘gue kan pengen jalan-jalan sama lo, apa ini yag di namakan “jalan-jalan sama lo”. Kalau saja gue punya kakak lain, mungkin udah gue pastiin jadi soup makan malam’ batinnya ngedumel geram dengan mengusap keningnya hingga tidak mendengar kata-kata Linzi sebelum meninggalkan Raka.
“oh, bagus, pergi saja. Tadi lo ngajak gue sekarang lo ninggalin gue. Kenapa gak bilang aja ‘anterin gue mau jalan-jalan sama Bobby, pasti udah gue tolak seminggu yang lalu. Gak papa” kata Raka pada Linzi yang sudah menghilang dari pandangannya hingga seseorang menepuk pelan bahunya. Raka berbalik untuk melihat siapa dan seketika tubuhnya membeku dan jantungnya berdegup dua kali lipat saat pandangannya bertemu dengan orang yang membuat dunianya berputar.
“A-Azura” kata Raka tercekat seakan penglihatannya salah.
“apa aku seperti hantu?”
“ti-tidak, maaf. Tapi kakak tiba-tiba datang, membuatku sedikit kaget”
“tiba-tiba apanya, kan Linzi udah bilang tadi”
“oh” menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena tidak mendengar apa yang dikatakan Linzi.
“ayo” ajak Azura.

Mereka memasuki area pameran. Raka dan Azura keliling hanya melihat-lihat saja dengan kecanggungan masih menguasai mereka hingga Azura melihat pedagang yang menjual berbagai macam asesoris. Dengan cepat di tariknya tangan Raka menuju tempat asesoris dengan senyum lebar. Azura memilih-milih jenis gelang dan mencoba satu persatu yang menurutnya menarik. Tiap yang di coba semua menanyakan pendapat Raka. Tanpa Raka sadari kecanggungan menghilang sendiri dan lebih rileks disamping Azura.

Tidak hanya melihat saja, mereka juga mencoba berbagai wahana permain hingga pada acara makan bakso karena sudah merasa lapar dan kelelahan. Saat sedang makan Linzi dan Bobby masuk dan menghampiri Raka. Mereka ikut makan bersama Raka dan Azura.

Raka memperhatikan wajah imut Azura yang tengah makan dan tersenyum kecil tanpa Azura sadari. Hari yang membahagiakan bagi Raka dan hari dimulainya kedekatannya dengan Azura.
‘terima kasih kak Linzi’ batin Raka.

~~~

Hancur sudah kebahagian yang di bina Raka selama satu bulan ini saat melihat status berpacaran yang di update di media sosialnya Azura. Kenangan yang pernah dilaluinya dengan Azura berputar kembali di kepalanya hingga membuatnya merasa pusing. Hatinya sakit seakan di tikam beribu pisau, orang yang yang membuatnya merasakan bagaimana bahagianya jatuh cinta disaat dia gak peduli akan cinta dan juga sekaligus mengenalkannya apa itu patah hati.

Seminggu sudah berlalu, kesedihan efek patah hati masih terlihat jelas di wajah Raka. Selama itu juga Raka berusaha menghindar setiap Azura kerumahnya. Bukan Raka bangat jika harus mengurung diri dikamar jika ada masalah.
“Raka” teriak Linzi di depan kamar Raka yang diiringi gedoran pintu. Tapi pintu itu masih sama beberapa menit yang lalu, tertutup rapat tanpa ada niat penghuni di dalam untuk membukanya.
“Raka, buka pintunya” panggil Linzi untuk kesekian kalinya dan sekarang diiringi dengan pintu yang terbuka.
“ada apa sih kak teriak-teriak”
“kalau lo langsung membukanya, belom gila juga gue untuk teriak-teriak”
‘yah, secara gak langsung lo bilang udah gila kan’ batin Raka memutar bola matanya mendengar kata-kata Linzi.
“jadi ada apa kakak manggil aku”
“sarapan”
“nanti aja”
“eit, gak bisa, gak akan gue dengar lagi lo bilang nanti” kata Linzi menolak karena udah sering di dengarnya selama seminggu ini kata ‘nanti’, tapi nyatanya Raka melupakan jam makannya.
“kakakku yang cantik, aku gak lapar, bisakah kakak keluar?” pinta Raka membalikkan badan Linzi keluar dari kamarnya dan menutup kembali pintu kamar.
“kakak, aku? Kesambet setan apaan tuh anak dikamarnya manggil sopan begitu? “ kata Linzi heran dan turun ke ruang makan.

“Linzi, Raka mana?” tanya mamanya.
“di kamar”
“kenapa gak ikut sarapan”
“gak lapar katanya ma” menarik kursinya dan memakan roti yang udah di siapkan mamanya.
“Linzi?” panggil papanya.
“ya pa?”
“adik kamu itu kenapa? Seminggu ini papa lihat dia murung aja” khawatir.
“Linzi juga gak tau pa, tiap Linzi tanya katanya selalu gak ada apapa, pada hal banyak apanya” jelas Linzi.
“pa, ma, aku berangkat dulu ya? Azura udah daatang tuh” pamit Linzi kekampus saat mendengar suara motor dari luar rumahnya.
“ya hati-hati” kata mamanya.

Linzi dan Azura berangkat meninggalkan rumah Linzi dan menghilang di balik tembok rumahnya yang tinggi itu. Dari arah lain tepatnya dari arah jendela kamar Raka. Raka memperhatikan kepergian Azura dengan pandangan terluka.

Dikantin kampus, Linzi dan Azura duduk makan setelah mata kuliah usai.
“ra, lo beneran gak bisa nemanin gue?” tanya Linzi.
“hm, bener” jawab Azura mulai melogin media sosialnya yang sudah seminggu gak sempat dibukanya.
“bisa gue titip punya mama sama lo gak?”

Azura tidak menjawab, bahkan mungkin tidak mendengar apa yang di tanyakan Linzi padanya, Linzi mengoyangkan tubuh Azura hingga Azura kembali kealam sadarnya dari keterpakuannya di depan gadgetnya.
“Azura? Kenapa?”
“gak, gak papa kok, oya lo bilang apa tadi?”
“mau kasih pesanan mama bentar? soalnya gue gak bisa pulang dulu”
“hm, ya” mengangguk dan kembali pandangannya kelayar gatgetnya memperlihatkan sebuah pesan dari Raka firdaus.

Azura sampai dirumahnya Linzi. Suara petikan gitar menyambut kedatangannya. Langkahnnya terhenti dan merasa sakit di dadanya saat mendengar suara nada yang berasal tepatnya dari taman samping rumahnya Linzi itu.

Mata ini indah melihatmu
Rasa ini rasakan cintamu

Suara Raka yang terdengar di telinga Azura tanpa di sadarinya menuntun kakinya menuju kearah suara.

Jiwa ini getarkan jiwamu
Jantung ini detakkan jantungmu

Lintasan kejadian dengan Raka berputar di kepalanya. Saat jalan dengan Raka,saat Raka menghindarinya dan saat membaca pesan dari Raka di kampus tadi, ‘selamat ya kak Azura-‘.

Dan biarkan kupadamu
Menyimpan sejuta harapan aku padamu
Rasa ini tlus padamu
Takkan berhenti sampai nanti ku mati

Semua pertanyaaan Azura tentang Raka selama seminggu ini akhirnya mendapat jawaban.

Biarkan aku jatuh cinta
Pesonaku pada pandangan saat kita jumpa
Biarkan au kan memcoba
Tak pedui kau berkata tuk mau atau tidak

Tanpa Azura sadari sekarang dia sudah berada di hadapan Raka. Menatap mata Raka yang jelas memperlihatkan kekecewaan. Raka membalas menatap Azura tepat di maniknya tanpa menghentikan nyanyiannya.

Mata ini indah melihatmu
Rasa ini rasakan cintamu
Jiwa ini getarkan jiwamu
Jantung ini detakkan jantungmu

Biarkan aku jatuh cinta
Pesonaku pada pandangan saat kita jumpa
Biarkan au kan memcoba
Tak pedui kau berkata tuk mau atau tidak.

Azura mendekat dan duduk dihadapan Raka saat Raka menyelesaikan nyanyiannya. Tidak sedikitpun pandangan Raka di alihan kearah lain seakan Azura akan hilang jika mengalihkan pandangannya sesaat saja.
“kak-” Raka menghentikan kata-katnya karena sangat berat untuk bersuara.
“aku tau kakak sudah punya pacar, tapi biarkan aku jatuh cinta sama kakak” lanjut Raka berat dengan air matanya  mengalir dipipinya yang sudahberusaha ditahan saat menatap wajah makhluk mungil yang di cintainya.

Azura menatap lekat wajah adik kawannya ini. Perlahan menyapu poni Raka, mengusap air mata Raka dan memegang kedua pipi Raka dengan kedua tangan mungilnya. Azura tidak tau harus mengatakan apa, rasa bersalah menyelimutinya. Mereka hanya bertatapan dalam diam hingga Azura mampu menemukan kata-katanya kembali.
“terima kasih sudah mencintaiku” kata Azura.

Raka diam menanti apa yang dikatakan Azura, yang mungkin kata-kata yang tidak ingin di dengarnya dengan masih tetap menatap wajah Azura.
“ aku gak tau apa makna perasaanku untuk kamu, aku gugup di dekat kamu, malu untuk membalas tatapanmu, bahagia jalan denganmu, begitu nyaman melihat kamu tersenyum dan  sangat sakit di sini (memegang dada Raka) saat kamu menghindari aku”
“kak-” potong Raka senang mendengar pengakuan Azura yang mungkin sama dengan yang dirasakannya, tapi kembali terpotong oleh Azura.
“satu lagi, aku tidak punya pacar?”
“tapi, di fb”
“itu kerjaan linzi”
“kak linzi?”
“kamu tau apa yang kakak kamu katakan?”

Raka menggeleng gak tau sekaligus memprediksi negative tentang kakaknya itu.
“’gak akan gue biarkan siapapun merebut lo dari adik kesayangan gue’ dan memposting status berpacaran di kronologiku” kata Azura pelan.
“jadi ka-kamu gak pacaran?” Raka terbata bahagia berbanding terbalik dengan perasaan sebelumnya.
“tidak” menggeleng tersenyum yang langsung di sambut dengan pelukan dari Raka.
“terima kasih Azura”

“oh jadi jagoan mama seminggu ini murung patah hati toh” kata mama Raka membuat Raka dan Azura kaget yang lagi berpelukan. Raka melihat mama dan kakaknya berdiri memperhatikan mereka berdua dengan Linzi tersenyum evilnya kearah Raka yang masih terlihat jelas senyum kebahagian dari matanya.
“mama, kak Linzi”
“hei adik ipar” kata Linzi memeluk Azura.
“thanks” bisik Linzi pada Azura.


The and

0 komentar:

Posting Komentar

 

Nona Alviena Published @ 2014 by Ipietoon