1. Berdasarkan
sikap yang ditunjukkan
Sikap suatu negara dalam mengadakan
hubungan internasional atau kerja sama dengan negara lain. Jiwa kerja sama
dapar diukur dari sikap seseorang terhadap orang lain. Pada kondisi saat ini,
budaya politik dapat di bedakan ke dalam:
a.
Budaya
politik militan, budaya yang tidak membedakan perbedaan.
b.
Budaya
politik toleransi, meniti beratkan pada masalah yang di tuju.
c.
Budaya
politik absolut, budaya tradisi yang tidak ingin adanya perubahan.
d.
Budaya
politik akomodatif, sifat yang terbuka mampu menerima apa saja yang bermanfaat.
2. Berdasarkan
orientasi politik
a.
Budaya
politik parokial
Budaya politik parokial berlangsung
dalam masyarakat tradisional, masih sederhana dengan spesialisasi sangat kecil.
Para pelaku politik peranannya serempak dalam bidang ekonomi, keagamaan, dan
lain-lain.
Masyarakat cenderung tidak menaruh
minat yang besar pada obejek politik yang luas. Ada kesadaran yang menonjol
dari anggota masyarakat dalam bidang politik. Mereka mengakui adanya pusat
kewenangan atau kekuasaan politik dalam masyarakat.
b.
Budaya
politik kaula
Budaya politik kaula (subjek),
masyarakat mempunyai minat, perhatian dan kesadaran terhadap sistem
keseluruhan. Hal tersebut terumata terhadap segi output politik. Orientasi masyarakat yang nyata terhadap objek
politik dapat dilihat dari pernyataannya, baik berupa kebanggaan, ungkapan
sikap dukungan, maupun sikap bermusuhan terhadap sistem politik. Posisi sebagai
kaula, masyarakat dapat dikatakan sbagai posisi yang pasif. Masyrakat
menganggap dirinya tidak berdaya memengaruhi dan mengubah sistem politik, dan
umumnya menyerah saja baja segala kebijakan dan keputusan para pemegang jabatan
politik.
c.
Budaya
politik partisipan
Budaya politik partisipan ditandai oleh
anggota masyarakat yang aktif dalam kehidupan politik. Seseorang dengan
sendirinya menyadari tiap hak dan tanggung jawabnya. Seseorang dalam budaya
politik partisipan dapat menilai penuh kesadaran sistem politik secara
totalitas, input dan output, maupun posisi dirinya dalam politik. Dengan
demikian, tiap anggota terlibat dalam sistem politik yang berlaku meski kecil
peran yang dijalankannya. Budaya politik partisipan dalam pemahaman yang
demikian tidak lain wujud dilaksanakannya budaya demokrasi dalam masyarakat.
Gambar
: pemilihan umum
d.
Budaya
pilitik campuran
Ketiga budaya politik diatas merupakan
tie ideal yang bersifat murni. Dalam kenyataannya, sulit sekali ditemui
masyarakat yang benar-benar bertipe budaya ideal tersebut. Pada umumnya, suatu
negara memilki budaya politik campuran antara ketiganya (parokial, kaula dan
partisan).
Gabriel Almond dan Sidney Verba
menambahkan adanya tiga budaya politik sebagai berikut:
a.
Budaya
politik parokial kaula
Budaya politik parokial kaula yaitu
masa peralihan dari parokial menuju kaula. Sebagian masyarakat masih meanaruh
perhatian pada hal-hal tradisional, sedangkan sebagannya lagi menolak dan
mengarah pada pemerintahan pusat (otoritarian).
Jenis ini merupakan suatu tipe budaya politik dimana sebagian besar penduduk
menolak tuntutan-tuntutan eksklusif masyarakat.
b.
Budaya
politik kaula partisipan
Budaya politik kaula partisipan
merupaka masa peralihan dari kaula ke partisipan. Sebagian masyarakat sudah
berorientasi pada input (aktif dalam memberi masukan) dan menyadari sebagai
warga negara aktif, tetapi sebagiannya lagi masih berorientasi pada struktur
pemerintah yang otoriter, taat pada putusan dan pasif sebagia warga negara.
c.
Budaya
politik parokial partisipan
Budaya politik parokial partisipan
berada pada masyarakat yang masih berbudaya parokial, tetapi sistem dan
norma-norma politik yang dikembangkan menuntut untuk berbudaya partisipan. Jadi
budaya politik yang dominan adalah budaya parokianl yang norma-norma
strukturalnya yang telah diperkenalkan. Biasanya bersifat partisipan dan demi
keselarasan sistem politik negara menuntut adanya kultur partisipan.
0 komentar:
Posting Komentar