Ketika
internet muncul untuk pertama kalinya, website masih belum begitu interaktif.
Interaktif pada sebuah website itu sendiri terjadi dengan cara membaca situs
tersebut. Dengan interaktivitas sebuah website dapat digunakan untuk mendisplay
produk, layanan, atau topik dan berita-berita tertentu. Namun, sekarang ini
webiste sudah sangat interaktif. Keinteraktifan ini dapat dilihat dari SEO,
misalnya dilihat dari polling, komentar, dan sebagainya. Fitur-fitur
intraktivitas ini mendari nilai lebih pada sebuah website pada mesin pencarian.
Website
yang kurang memperhatikan interaktivitas akan kurang bisa menjadi SEO-friendly
dibandingkan dengan website yang menawarkan aspek interaktivitas. Kita akan
lebih repot dalam menjaga supaya web tetap dapat SEO-friendly karena aspek
interaktivitas dapat membuat konten website berubah karena dilakukan oleh
pengunjung.
Hal
lain yang mengakibatkan interaktifitas web menjadi penting karena pengunjung
akan lebih menyukai website yang interaktif. Dengan demikian, pengunjung yang
interaktif tersebut akan lebih tinggi dibandingkan dengan situs yang statis dan
kurang interaktif. Misalkan website yang membuat berbagai berita-berita
terbaru, seperti berita nasional, umun, olahraga dan jenis berita lainnya.
Dalam
kaitannya dengan jurnalisme online, Bradshaw mendefinisikan interaktivitas
sebagai “..it is about giving the user control”. sebagai salah satu coontoh yang menjadi praktek dalam jurnalisme online
adalah berupa komentar-komentar yang disampaikan pembaca pada bagian komentar
yang ada di dalam pemberitaan-pemberitaan online. Bagi jurnalis, adanya
interaktivitas dalam media online menjadi sebuah tantangan sekaligus peluang
terhadap perkembangan di masa depan. Tidak hanya peluang bagi pembaca terlibat
dalam topik-topik yang tengah menkadi pemberitaan, tetapi juga dapat memberikan
peluang bagi mereka untuk berdiskusi dan berfikir dengan memberikan komentar.
Kemampuan
untuk memberikan respon atau komentar secara langsung pada media onlinesecara
langsung dan interaksi dengan audien adalah elemen kurci jurnalistik online
yang dapat membawa perubahan pada dunia jurnalistik. Mc Millan[1]
membagi interaktivitas dalam tiga bentuk yaitu:
1.
User to system
Merupakan
interaksi dengan teknologi web, seperti mengunduh, me-link ke fitur tertentu
dan meng-klik. Komunikasi ini bersifat satu arah yaitu pengunjung berinteraksi-
fitur yang ada pada situs web. Contohnya polling atau jajak pendapat yang
merupakan sebuah teknik untuk mencari tahu pendapat atau tanggapan suatu
kelompok masyarakat terhadap sesuatu.
2.
User to user
User
to user interactivity memiliki karakteristik komunikasi antar penggunanya
ataupun antar-pengguna dengan host (pengelola situs) dengan format “kirim dan
respon” yang ditemukan dalam pesan singkat, chat yang dimoderasi dan juga forum
diskusi. Tingkatan ini menunjukkan hubungan kedekatan yang terbangun antara
pengunjung situs web dengan pengunjung lainnya, hal tersebut terlihat dari
adanya keterkaitan satu pesan dengan pesan yang lainnya. Kondisi ini sesuai
dengan teori yang diungkapkan McMillan (2006) yang menyebutkan bahwa interaksi
antar-user ditunjukkan secara jelas dengan melakukan komunikasi pada media baru
dengan jalan saling berkaitan dengan pesan- pesan yang berhubungan satu sama
lain.
3.
User to document
Interaksi
kali ini terjadi dalam konstruksi yang terbagi dalam pesan website, seperti
bagaimana pengguna berinteraksi dengan suatu website dengan cara mem-posting
komentar. Menurut McMillan[2]
interaksi ini melibatkan ”penciptaan ulang”, isi atau konten yang dilakukan
oleh host ketika ia memposting informasi atau menyajikan informasi yang dapat
mengubah isi pesan dari situs tersebut.
Tahapan
ini adalah kebebasan pengguna dalam menginterpretasikan, memodifikasi pesan
yang disampaikan admin sesuai dengan kebutuhan pengguna. Steuer[3]
menyatakan interaktivitas sebagai kemampuan pengguna dalam mengontrol dan
memodifikasi pesan. User to document yaitu kemampuan audience menggunakan
fitur-fitur yang disediakan pada situs web meliputi like, kolom komentar dan
share. Ketiga fitur tersebut sebagai indikator untuk mengetahui seberapa tinggi
interaktivitas audience dalam merespon pesan-pesan yang ada di dalam sebuah
situs.
Rafeali
(1988, hlm. 110) mengungkapkan adanya tiga tingkatan dalam interaktivitas yang
menitikberatkan pada kaitan antarpesan di dalamnya, yaitu: 1) Pesan
non-interactive, ditandai dengan adanya ketidakterkaitannya antara satu pesan
dengan pesan yang lainnya; 2) Pesan reaktif/ quasi interaktif, interaktivitas ini
muncul ketika seseorang mengirimkan pesan
kepada orang lain kemudian orang yang mengirimkan pesan merespon sebanyak satu
kali. Contohnya ketika admin jarang menjawab pertanyaan dari pengguna dan 3)
Pesan interaksi penuh/full interactive berisi kecenderungan pesan bersifat
sapaan langsung.
Kata‘interaktivitas’
mulai dari tahun 1990-an sudah banyak diperdebat dan juga sudah sering
mengalami redefinisi makna kata. Tampaknya untuk menjadi nilai tambah dalam
sebuah sistem jurnalisme online, tidak sedikit pihak pengembang untuk membuat
pembaca tertarik. Inovasi yang dilakukan pihak pengembang adalah dengan
menerapkan konsep interaksi sosial yang kemudian diaplikasikan dalam sistem
jurnalisme.
Perubahan
yang terjadi dalam jurnalisme online dan juga hubungan dengan kemajuan
teknologi ternyata tidak sesuai dengan harapan yang diharapkan. Artinya setiap
intraktivitas yang terjadi tidak lepas dari kritik yang muncul. Beberapa para
ahli sosial meramalkan sistem tersebut berdampak pada pola interaksi masyarakat
setelah adanya intraktivitas dalam media jurnalisme online. Ada banyak
permasalahan yang terkait dengan implikasi dari konsep interaktivitas yang
diadopsi dan diaplikasikan oleh media jurnalisme online dalam aspek sosiologis,
seperti : dapat menimbulkan konflik antar kelas sosial dan ketimpangan
gender. Contoh di Indonesia yaitu media berita online seperti opini.id dan
kompasiana.com.
Terlihat
jika membua web membuka web kompasiana ataupun opini.id dimana kedua web
tersebut adalah varian dari jurnalisme online. Dimana didalam web tersebut
pengguna ataupun pembaca akn sangat mudah menyampaikan komentar, komentar
tersebut sebagai gambaran dalam perbedaan media cetak dengan media online. Jika
pada media cetak hanya memberikan komunikasi pasif tapi sebaliknya pada media
cetak mengarah kepada komunikasi aktif.
Pada
tingkat ideologis, interaktivitas telah menjadi kunci ‘nilai tambah’ bagi media
baru, apalagi mengingat media cetak (lama) hanya menawarkan konsumsi pasif dan
media baru memberikan perbedaan dengan memberikan sentuhan pengaplikasian
konsep interaktivitas pada halaman berita. Dalam ideologi ini menerapkan cara
berfikir tentang ide interaktivitas dalam media digital yang dapat dilihat
sebagai metode untuk memaksimalkan pilihan konsumen dengan teks-teks yang ada
pada situs web. Dalam hal ini sebagai contoh interaktif pada sebuat website
dapat menandakan pengguna (anggota individu dari media baru penonton) kemampuan
untuk langsung campur tangan dalam dan mengubah gambar dan teks yang mereka
akses.
Pada
sebuah web menambahkan konsep interaktivitas dapat membuat pembaca menjadi
tertarik yang kemudian dapat berimplikis pada rating media. Semakin banyak
pembaca juga akan memungkinkan semakin besar pula yang membuka sebuah web media
online, sehingga hal ini secara tidak langsung juga akan meningkatkan profit
bagi perusahaan.
Sebuah
website jurnalisme online ataupun blog jika ingin mendapatkan jumlah pengunjung
banyak dan banyak yang membaca tulisan-tulisan yang dipublikasikan, ada baiknya
jika kita benar-benar membuat sebuah kontent web itu sendiri sebagai memdia
kebutuhan atau sumber informasi yang dibutuhkan oleh banyak pembaca. Semua itu
tergantung bagaimana pengguna dari sebuah web menciptakan kreatifitas dan
keterampilan dalam mengolah websitenya.
Membandingkan Karakteristik
Umum Jurnalistik
Online dengan
Jurnalistik pada umumnya.
sejak
Gutenberg menemukan mesin cetak pada tahun 1440-an, hingga sekaran ini terdapat
lima jenis media yang mampu menampung beroperasinya prinsip-prinsip jurnalisme.
Kelima media ini adalah cetak, radio, televisi, internet dan mobile (teknologi telepon seluler). Pada
awalnya orang-orang menduga dengan kehadiran media baru akan menggantikan
bahkan mematikan jenis media sebelumnya. Namun
nyatanya munculnya radio tidak mematikan media cetak, adanya televisi
tidak juga membuat orang-orang berhenti untuk mendengarkan radio. Ketiga media
tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri sehingga membuat
ketiganya saling melengkapi. Tetapi pertanyaan terbesarnya apakah ketiga media
konversional itu akan eksis bersama internet dan mobile mengingat kedua jenis media sesudahnya tidak hanya dapat
menampung cetak, radio, dan televisi tapi juga memiliki kelebihan lain yang
tidak dimiliki oleh media konversional.
Anggapan
yang awalnya mengatakan bahwa banyak orang yang meragukan kemampuan internet
media konversional karena sifat internet yang tidak praktis dan mahal dan hanya
akan bertahan beberapa tahun. Kenyataannya, perkembangan teknologi sekarang ini
telah menciptakan komputer jinjing-porteble (laptop) dan dapat dibawa
kemanapun. Akses internet juga sangat mudah dengan adanya teknologi Wi-fi yang
dapat ditemukan diberbagai tempat yang menyediakan hotspot untuk menggunakan
fasilitas tersebut. Hadirnya broadband juga mempermudah orang mengakses
internet dimana saja dengan menggunakan mobile.
Penggunakan handset dapat membuat orang yang berada di
seluruh dunia dapat mengakses informasi dengan cepat sesuai dengan kebutuhan.
Dalam hal ini, komunitas pers menjadi pihak pertama yang memanfaatkan teknologi
ini dengan menampilkan informasi dalam bentuk teks, gambar, audio dan visual.
Konsekuensinya, model-model jurnalisme via
internet dan teknologi seluler yang mengusung kecanggihan ini juga membawa
pengaruh bagi praktik kerja jurnalisme mainstrem
(radio, televisi, cetak). Dari pihak audien/pembaca juga tidak ketinggalan
terkena imbasnya.
Perkembangan teknologi jaringan komputer pada awal
dekade 1990-an yang mendorong lahirnya teknologi internet menhadirkan metode
untuk mentransmisikan bit-bit data dari satu komputer ke komputer lainnya, dari
satu lokasi ke lokasi lainya di seluruh dunia. Internet juga memberikan ruang
yang tidak terbatas untuk mengirim, menyimpan, atau mencari informasi oleh
siapa saja. Dengan dikenalkannya teknologi World Wide Web (WWW) oleh tim
Baeners-Lee internet mampu menampilkan halaman-halaman yang tidak hanya berisi
teks saja, tetapi juga dilengkapi dengan gambar, grafik, animasi, dan
suara-suara yang menarik sehingga dapat menampilkan layanan multimedia yang
bersifat audio-visual (data, citra, dan suara). Internet tidak saja dapat
menyajikan data yang bersifat teks dan gambar, tetapi juga sinergi audio dan
visual. Sifatnya yang dinamis dan interaktif membuatnya lebih menarik dibanding
sumber media informasi lain.
J. Pavlik (2001) menyebut jurnalisme online sebagai
“contextualized journalism” yang mengintegrasikan tiga model komunikasi, yaitu
kemampuan multimedia berdasarkan platform digital, kualitas-kualitas interaktif
komunikasi online, dan fitur-fitur yang dapat ditata dengan
berbagai variasi (costomizable features). Dalam kaitan ini, Rafaeli
dan Newhagen[4]
mengidentifikasi lima perbedaan utama yang ada di antara jurnalisme online dan
media massa tradisional: (1) kemampuan internet untuk mengombinasikan sejumlah
media; (2) kurangnya tirani penulis atas pembaca; (3) tidak seorang pun dapat
mengendalikan perhatian khalayak; (4) internet dapat membuat proses komunikasi
berlangsung sinambung; dan (5) interaktifitas web. Dengan berbagai ciri yang
melekat pada jurnalisme online di atas, maka dapat dikatakan
bahwa secara nyata terdapat perbedaan yang cukup mencolok pada jurnalisme online dibanding
media konvensional. Dengan demikian. kelebihan dari internet sebagai media
komunikasi adalah kemampuannya dalam mengubah alur komunikasi yang searah (dari
komunikator ke komunikan) menjadi dua arah (dari komunikan ke komunikator).
Sifat interaktif inilah yang menyebabkan internet mejadi media yang memperlebar
ruang-ruang demokrasi, sebab masyarakat tak lagi sekadar objek pemberitaan
tetapi juga bisa jadi subjek.
Menurut Santana[5]
terdapat tiga kelompok situs berita dalam kaitannya dengan isi. Pertama, model
situs berita yang banyak digunakan oleh media berita konvensional, yakni
sekadar merupakan edisi online dari medium induknya. Isi
orisinilnya diciptakan kembali oleh internet dengan cara mengintensifkan isi
dengan kapabilitas-kapabilitas teknis dari cyberspace. Sejumlah
fitur interaktif dan fungsi-fungsi multimedia ditambahkan. Isinya di-update lebih
sering daripada medium induknya. Washington Post Online (www.washingtonpost.com), CNN
Interactive(www.CNN.com), dan BBC News Online (www.BBC.co.uk) adalah
contoh-contoh tipikal tipe ini.
Kedua, bentukan situs Web-nya berisikan orisinalitas
indeks, dengan cara mendesain ulang dan merubah isi dari berbagai media berita. Saloon.com atau Slate
and Drudge Report.com masuk ke dalam tipe ini. Situs ini
memendekkan portal-portal pemberitaan melalui indeksisasi dan kategorisasi,
hasil seleksi berbagai media berita dan isi mereka. Berbagai model situs ini
terfokus pada isu-isu spesifik, melayani kepentingan komunitas dan
kelompok-kelompok tertentu, serta membuat saluran pertukaran pikiran dan
diskusi interaktif dengan pembacanya.
Ketiga, situs
berita yang berisi diskusi dan komentar-komentar pendek tentang berita dan media.
Media-media watchdogs masuk ke dalam kelompok ini. Mereka
menjadi saluran untuk diskusi masyarakat mengenai permasalahan yang mencuat.
Sebagai
medium baru, internet dan produk turunannya memiliki karakteristik khas
dibanding dengan media konvensional yang telah ada. Internet merupakan salah
satu aplikasi teknologi yang mendasarkan diri pada sistem kerja (platform) komputer.
Oleh karena itu, tipologi (sistem) komputer akan menjadi landasan utuk
mengidentifikasi batasan serta karakteristik internet dan produk derivatnya.
Salah satu derivat produk teknologi Internet adalah situs berita. Disebut
derivat karena pada prinsipnya, situs berita adalah penamaan untuk menyebut
salah satu jenis media onlineyang telah ada. Hal ini seperti yang
dinyatakan oleh Ashadi Siregar (dalam Kurniawan, 2005: 20). Menurutnya: “Media online adalah sebutan umum
untuk sebuah bentuk media yang berbasis telekomunikasi dan multimedia
(baca-komputer dan internet). Didalamnya terdapat portal, website (situs web),
radio-online, TV-online, pers online, mail-online, dll, dengan karakteristik
masing-masing sesuai dengan fasilitas yang memungkinkan user memanfaatkannya”. Oleh karena itu, situs berita
merupakan salah satu sub-sistem dari media online.
Penyebutan media online dikalangan beberapa ahli media cukup
beragam.
Salah
satu pendekatan dalam memahami media online juga dipaparkan
oleh Ashadi Siregar. Ia melihat media online, melalui kacamata
pendefinisian surat kabar
digital, yakni sebuah
entitas yang merupakan integrasi media massa konvensional dengan internet.
Identifikasinya terhadap ciri-ciri yang melekat pada surat kabar digital
ditulisnya sebagai berikut :
1. adanya
kecepatan (aktualitas) informasi
2. bersifat
interaktif, melayani keperluan khalayak secara lebih personal
3. memberi
peluang bagi setiap pengguna hanya mengambil informasi yang relevan bagi
dirinya/dibutuhkan
4. kapasitas
muatan dapat di perbesar
5. informasi
yang pernah disediakan tetap tersimpan (tidak terbuang), dapat ditambah kapan
saja, dan pengguna dapat mencarinya dengan menggunakan mesin pencari
6. tidak
ada waktu yang diistimewakan (prime time) karena penyediaan informasi
berlangsung tanpa putus, hanya tergantung kapan pengguna mau mengakses.
Salah
satu desain media online yang paling umum diaplikasikan dalam
praktik jurnalistik modern dewasa ini adalah berupa situs berita. Situs berita
atau portal informasi sesuai dengan namanya merupakan pintu gerbang informasi
yang memungkinkan pengakses informasi memperoleh aneka fitur fasilitas
teknologi online dan berita didalamnya. Content-nya
merupakan perpaduan layanan interaktif yang terkait informasi secara langsung,
misalnya tanggapan langsung, pencarian artikel, forum diskusi, dll; dan atau
yang tidak berhubungan sama sekali dengannya, misalnya games, chat, kuis, dll
(Iswara, 2001).
Lebih
lanjut tentang media online berupa portal informasi ini,
Iswara (2001) menjelaskan karakteristik umum yang dimiliki media jenis ini,
yaitu:
1. Kecepatan
(aktualitas) informasi
Kejadian
atau peristiwa yang terjadi di lapangan dapat langsung di upload ke dalam
situs web media online ini, tanpa harus menunggu hitungan
menit, jam atau hari, seperti yang terjadi pada media elektronik atau media
cetak. Dengan demikian mempercepat distribusi informasi ke pasar (pengakses),
dengan jangkauan global lewat jaringan internet, dan dalam waktu bersamaan .dan
umumnya informasi yang ada tertuang dalam bentuk data dan fakta bukan cerita.
2. Adanya
pembaruan (updating) informasi
Informasi
disampaikan secara terus menerus, karena adanya pembaruan (updating) informasi.
Penyajian yang bersifat realtime ini menyebabkan tidak adanya waktu yang
diiistemewakan (prime time) karena penyediaan informasi
berlangsung tanpa putus, hanya tergantung kapan pengguna mau mengaksesnya.
3. Interaktivitas
Salah
satu keunggulan media online ini yang paling membedakan
dirinya dengan media lain adalah fungsi interaktif. Model komunikasi yang
digunakan media konvensional biasanya bersifat searah (linear) dan bertolak
dari kecenderungan sepihak dari atas (top-down). Sedangkan
media online bersifat dua arah dan egaliter. Berbagai features
yang ada seperti chatroom, e-mail, online polling/survey, games,
merupakan contoh interactive options yang terdapat di
media online. Pembaca pun dapat menyampaikan keluhan, saran, atau
tanggapan ke bagian redaksi dan bisa langsung dibalas.
4. Personalisasi
Pembaca
atau pengguna semakin otonom dalam menentukan informasi mana yang ia butuhkan.
Media online memberikan peluang kepada setiap pembaca hanya
mengambil informasi yang relevan bagi dirinya, dan menghapus informasi yang
tidak ia butuhkan. Jadi selektivitas informasi dan sensor berada di tangan
pengguna (self control).
5. Kapasitas
muatan dapat diperbesar
Informasi
yang termuat bisa dikatakan tanpa batas karena didukung media penyimpanan data
yang ada di server komputer dan sistem global. Informasi yang
pernah disediakan akan tetap tersimpan, dan dapat ditambah kapan saja, dan
pembaca dapat mencarinya dengan mesin pencari (search engine).
6. Terhubung
dengan sumber lain (hyperlink)
Setiap
data dan informasi yang disajikan dapat dihubungkan dengan sumber lain yang
juga berkaitan dengan informasi tersebut, atau disambungkan ke bank
data yang dimiliki media tersebut atau dari sumber-sumber luar.
Karakter hyperlink ini juga membuat para pengakses bisa
berhubungan dengan pengakses lainnya ketika masuk ke sebuah situs media online dan
menggunakan fasilitas yang sama dalam media tersebut, misalnya dalam chatroom, lewat e-mail atau
games.
Dalam
konteks Indonesia, meskipun suratkabar, radio sudah ada sejak sebelum Republik
Indonesia lahir, dan televisi sudah beroperasi pada tahun 1960-an, namun
jurnalisme cetak, radio dan televisi sesungguhnya tidak berkembang dengan baik
di Indonesia. Ini karena kedua jenis media tersebut sangat ketat dikontrol oleh
pemerintah. Baru setelah Orde Baru tumbang, jurnalisme cetak, radio, dan
televisi berkembang pesat, bersamaan pula dengan jurnalisme online yang
dipraktikkan oleh Detik, Astaga, Satunet, dll.
Bedanya, bila operasionalisasi jurnalisme pada pers cetak, radio, dan televisi,
para pengelolanya bisa dengan mudah belajar dari pengalaman serupa di negara
lain, maka untuk jurnalisme online, para pengelola dan jurnalis
situs berita harus mencari model-model kerja sendiri.
Para
pengelola media cetak, radio atau televisi tidak tahu persis berapa pembaca,
pendengar atau pemirsa yang mengikuti berita yang dipublikasikan. Mereka hanya
menggunakan jumlah oplah sebagai patokan, atau survei pendengar dan pemirsa.
Ini berbeda dengan dengan situs berita, sebab semua proses yang
terjadi di internet terdata dengan rapi, sehingga berapa orang yang mengklik
atau membaca satu halaman berita bisa dihitung jumlahnya setiap saat. Pada
titik inilah redaktur bisa mengetahui secara pasti berita macam apa yang sedang
dibutuhkan pembaca. Oleh karena itu dalam beberapa isu, situs berita sering
membuat berita yang jauh berbeda dengan apa yang muncul di cetak, radio dan
koran. Dari perilaku pembaca, para redaktur/penulis juga mengetahui, kalau ada
peristiwa besar yang menyedot perhatian, maka pembaca akan mengejar terus
perkembangan peristiwa tersebut dan cenderung mengabaikan peristiwa lain.
Akibatnya sering terjadi dalam satu hari berita dalam situs berita hanya
didominasi oleh satu atau dua isu tertentu.
Untuk
mewartakan peristiwa yang sedang berlangsung, jurnalis situs berita dituntut
memiliki kemampuan memilih sudut pandang berita secara cepat. Pemahaman teori
dasar jurnalistik (unsur dan nilai berita) belum cukup, karena jurnalis harus
juga memiliki kepekaan atas arah peristiwa dan pemberitaan. Masalah kedua
adalah bagaimana bisa melaporkan berita secara cepat ke koordinator
liputan/redaktur yang berada di kantor. Di sini jurnalis dituntut untuk membuat
laporan yang logis, data yang akurat, serta mampu menyampaikan kutipan-kutipan
yang menarik perhatian. Telepon seluler sangat mempermudah kerja jurnalis,
namun perangkat tersebut tidak ada artinya tanpa diimbangai oleh kemampuan
menyusun laporan cepat. Selanjutnya para redaktur di kantor harus menyaring
laporan yang masuk dengan memperhatikan berbagai hal agar berita yang ditayangkan
itu tetap mengacu pada prinsip-prinsip jurnaslime: akurat, objektif, fair,
seimbang, dan tidak memihak.
Dafar Pustaka
Kheyene
Molekandella Boer, "“Interaktivitas sebagai Strategi Mediated
Communication pada Fans Pages Starbucks Coffee Indonesia”. Jurnal Ilmu
Komunikasi. VOLUME 10, NOMOR 2, Desember 2013: 113-128. Sumber
: https://ojs.uajy.ac.id/index.php/jik/article/download/348/396
McMillan,
Sally J. (2006).
Exploring models of interactivity
from multiple research traditions: Users, documents and systems. Dalam L.A
Lievrow & Sonia M. Livingstone (Eds), Handbook of new media (h. 205-229).
London: Sage.
Krisna, Nico Dwicahyo.
2016, “Kritik dan Anlisis Konsep Interaktivitas Jurnalisme Online dari
Perspektif Sosiologi”. Sumber : https://www.kompasiana.com/nicoco/kritik-dan-anlisis-konsep-interaktivitas-jurnalisme-online-dari-perspektif-sosiologi.
Pavlik, John V. 2000. “Journalism and New Media, New
York: Vintage Book”
Santana, Septiawan. 2005. Jurnalisme Kontemporer.
Jakarta. Yayasan Obor Indonesia,
Didik Supriyanto dan Iwan Awaluddin Yusuf. 2007.
“Pers dan Teknologi Manusia: Dejurnalisasi di Tengah Konvergensi”. Jurnal
:Volume 1, Nomor 2, Halaman 97-188.
Awaluddin, Iwan Yusuf.
2010. “Lebih Dekat dengan Konvergensi Media dan Manajemen Media Online”.
Sumber: https://bincangmedia.wordpress.com/2010/08/29/lebih-dekat-dengan-konvergensi-media-dan-manajemen-media-online/
[1] Kheyene Molekandella Boer, "“Interaktivitas sebagai Strategi Mediated
Communication pada Fans Pages Starbucks Coffee Indonesia”. Jurnal Ilmu
Komunikasi. VOLUME 10, NOMOR 2, Desember 2013: 113-128. Sumber : https://ojs.uajy.ac.id/index.php/jik/article/download/348/396
[2] McMillan, Sally
J. (2006). Exploring
models of interactivity from multiple research traditions: Users, ocuments and systems. Dalam L.A
Lievrow & Sonia M. Livingstone (Eds), Handbook
of new media (h. 205-229). London: Sage.
[3] Wiratmi, Apsari Retno dan Mahfud Anshori.
(2013). Media sosial sebagai pendukung interaktivitas di radio JIZ FM
Yogyakarta. Jurnal Komunikasi Massa (e-journal), Edisi 2013, Vol. 1,
Tanggal 16 januari.
[5] Santana, Septiawan. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakatra: Yayasan
Obor Indonesia. Hlm:: 136.
0 komentar:
Posting Komentar