Sabtu, 08 September 2018

Interaktivitas Web

Hasil gambar untuk web interactivity

Ketika internet muncul untuk pertama kalinya, website masih belum begitu interaktif. Interaktif pada sebuah website itu sendiri terjadi dengan cara membaca situs tersebut. Dengan interaktivitas sebuah website dapat digunakan untuk mendisplay produk, layanan, atau topik dan berita-berita tertentu. Namun, sekarang ini webiste sudah sangat interaktif. Keinteraktifan ini dapat dilihat dari SEO, misalnya dilihat dari polling, komentar, dan sebagainya. Fitur-fitur intraktivitas ini mendari nilai lebih pada sebuah website pada mesin pencarian.

Website yang kurang memperhatikan interaktivitas akan kurang bisa menjadi SEO-friendly dibandingkan dengan website yang menawarkan aspek interaktivitas. Kita akan lebih repot dalam menjaga supaya web tetap dapat SEO-friendly karena aspek interaktivitas dapat membuat konten website berubah karena dilakukan oleh pengunjung.

Hal lain yang mengakibatkan interaktifitas web menjadi penting karena pengunjung akan lebih menyukai website yang interaktif. Dengan demikian, pengunjung yang interaktif tersebut akan lebih tinggi dibandingkan dengan situs yang statis dan kurang interaktif. Misalkan website yang membuat berbagai berita-berita terbaru, seperti berita nasional, umun, olahraga dan jenis berita lainnya.

Dalam kaitannya dengan jurnalisme online, Bradshaw mendefinisikan interaktivitas sebagai “..it is about giving the user control”. sebagai salah satu coontoh yang menjadi praktek dalam jurnalisme online adalah berupa komentar-komentar yang disampaikan pembaca pada bagian komentar yang ada di dalam pemberitaan-pemberitaan online. Bagi jurnalis, adanya interaktivitas dalam media online menjadi sebuah tantangan sekaligus peluang terhadap perkembangan di masa depan. Tidak hanya peluang bagi pembaca terlibat dalam topik-topik yang tengah menkadi pemberitaan, tetapi juga dapat memberikan peluang bagi mereka untuk berdiskusi dan berfikir dengan memberikan komentar.

Kemampuan untuk memberikan respon atau komentar secara langsung pada media onlinesecara langsung dan interaksi dengan audien adalah elemen kurci jurnalistik online yang dapat membawa perubahan pada dunia jurnalistik. Mc Millan[1] membagi interaktivitas dalam tiga bentuk yaitu:
1.      User to system
Merupakan interaksi dengan teknologi web, seperti mengunduh, me-link ke fitur tertentu dan meng-klik. Komunikasi ini bersifat satu arah yaitu pengunjung berinteraksi- fitur yang ada pada situs web. Contohnya polling atau jajak pendapat yang merupakan sebuah teknik untuk mencari tahu pendapat atau tanggapan suatu kelompok masyarakat terhadap sesuatu.

2.      User to user
User to user interactivity memiliki karakteristik komunikasi antar penggunanya ataupun antar-pengguna dengan host (pengelola situs) dengan format “kirim dan respon” yang ditemukan dalam pesan singkat, chat yang dimoderasi dan juga forum diskusi. Tingkatan ini menunjukkan hubungan kedekatan yang terbangun antara pengunjung situs web dengan pengunjung lainnya, hal tersebut terlihat dari adanya keterkaitan satu pesan dengan pesan yang lainnya. Kondisi ini sesuai dengan teori yang diungkapkan McMillan (2006) yang menyebutkan bahwa interaksi antar-user ditunjukkan secara jelas dengan melakukan komunikasi pada media baru dengan jalan saling berkaitan dengan pesan- pesan yang berhubungan satu sama lain.

3.      User to document
Interaksi kali ini terjadi dalam konstruksi yang terbagi dalam pesan website, seperti bagaimana pengguna berinteraksi dengan suatu website dengan cara mem-posting komentar. Menurut McMillan[2] interaksi ini melibatkan ”penciptaan ulang”, isi atau konten yang dilakukan oleh host ketika ia memposting informasi atau menyajikan informasi yang dapat mengubah isi pesan dari situs tersebut.

Tahapan ini adalah kebebasan pengguna dalam menginterpretasikan, memodifikasi pesan yang disampaikan admin sesuai dengan kebutuhan pengguna. Steuer[3] menyatakan interaktivitas sebagai kemampuan pengguna            dalam mengontrol       dan memodifikasi pesan. User to document yaitu kemampuan audience menggunakan fitur-fitur yang disediakan pada situs web meliputi like, kolom komentar dan share. Ketiga fitur tersebut sebagai indikator untuk mengetahui seberapa tinggi interaktivitas audience dalam merespon pesan-pesan yang ada di dalam sebuah situs.

Rafeali (1988, hlm. 110) mengungkapkan adanya tiga tingkatan dalam interaktivitas yang menitikberatkan pada kaitan antarpesan di dalamnya, yaitu: 1) Pesan non-interactive, ditandai dengan adanya ketidakterkaitannya antara satu pesan dengan  pesan yang lainnya;  2) Pesan  reaktif/ quasi interaktif, interaktivitas ini muncul ketika seseorang mengirimkan  pesan kepada orang lain kemudian orang yang mengirimkan pesan merespon sebanyak satu kali. Contohnya ketika admin jarang menjawab pertanyaan dari pengguna dan 3) Pesan interaksi penuh/full interactive berisi kecenderungan pesan bersifat sapaan langsung.

Kata‘interaktivitas’ mulai dari tahun 1990-an sudah banyak diperdebat dan juga sudah sering mengalami redefinisi makna kata. Tampaknya untuk menjadi nilai tambah dalam sebuah sistem jurnalisme online, tidak sedikit pihak pengembang untuk membuat pembaca tertarik. Inovasi yang dilakukan pihak pengembang adalah dengan menerapkan konsep interaksi sosial yang kemudian diaplikasikan dalam sistem jurnalisme.

Perubahan yang terjadi dalam jurnalisme online dan juga hubungan dengan kemajuan teknologi ternyata tidak sesuai dengan harapan yang diharapkan. Artinya setiap intraktivitas yang terjadi tidak lepas dari kritik yang muncul. Beberapa para ahli sosial meramalkan sistem tersebut berdampak pada pola interaksi masyarakat setelah adanya intraktivitas dalam media jurnalisme online. Ada banyak permasalahan yang terkait dengan implikasi dari konsep interaktivitas yang diadopsi dan diaplikasikan oleh media jurnalisme online dalam aspek sosiologis, seperti : dapat menimbulkan konflik antar kelas sosial dan  ketimpangan gender. Contoh di Indonesia yaitu media berita online seperti opini.id dan kompasiana.com.

Terlihat jika membua web membuka web kompasiana ataupun opini.id dimana kedua web tersebut adalah varian dari jurnalisme online. Dimana didalam web tersebut pengguna ataupun pembaca akn sangat mudah menyampaikan komentar, komentar tersebut sebagai gambaran dalam perbedaan media cetak dengan media online. Jika pada media cetak hanya memberikan komunikasi pasif tapi sebaliknya pada media cetak mengarah kepada komunikasi aktif.

Pada tingkat ideologis, interaktivitas telah menjadi kunci ‘nilai tambah’ bagi media baru, apalagi mengingat media cetak (lama) hanya menawarkan konsumsi pasif dan media baru memberikan perbedaan dengan memberikan sentuhan pengaplikasian konsep interaktivitas pada halaman berita. Dalam ideologi ini menerapkan cara berfikir tentang ide interaktivitas dalam media digital yang dapat dilihat sebagai metode untuk memaksimalkan pilihan konsumen dengan teks-teks yang ada pada situs web. Dalam hal ini sebagai contoh interaktif pada sebuat website dapat menandakan pengguna (anggota individu dari media baru penonton) kemampuan untuk langsung campur tangan dalam dan mengubah gambar dan teks yang mereka akses.

Pada sebuah web menambahkan konsep interaktivitas dapat membuat pembaca menjadi tertarik yang kemudian dapat berimplikis pada rating media. Semakin banyak pembaca juga akan memungkinkan semakin besar pula yang membuka sebuah web media online, sehingga hal ini secara tidak langsung juga akan meningkatkan profit bagi perusahaan.  

Sebuah website jurnalisme online ataupun blog jika ingin mendapatkan jumlah pengunjung banyak dan banyak yang membaca tulisan-tulisan yang dipublikasikan, ada baiknya jika kita benar-benar membuat sebuah kontent web itu sendiri sebagai memdia kebutuhan atau sumber informasi yang dibutuhkan oleh banyak pembaca. Semua itu tergantung bagaimana pengguna dari sebuah web menciptakan kreatifitas dan keterampilan dalam mengolah websitenya.

Membandingkan Karakteristik Umum Jurnalistik Online dengan Jurnalistik pada umumnya.
            sejak Gutenberg menemukan mesin cetak pada tahun 1440-an, hingga sekaran ini terdapat lima jenis media yang mampu menampung beroperasinya prinsip-prinsip jurnalisme. Kelima media ini adalah cetak, radio, televisi, internet dan mobile (teknologi telepon seluler). Pada awalnya orang-orang menduga dengan kehadiran media baru akan menggantikan bahkan mematikan jenis media sebelumnya. Namun  nyatanya munculnya radio tidak mematikan media cetak, adanya televisi tidak juga membuat orang-orang berhenti untuk mendengarkan radio. Ketiga media tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri sehingga membuat ketiganya saling melengkapi. Tetapi pertanyaan terbesarnya apakah ketiga media konversional itu akan eksis bersama internet dan mobile mengingat kedua jenis media sesudahnya tidak hanya dapat menampung cetak, radio, dan televisi tapi juga memiliki kelebihan lain yang tidak dimiliki oleh media konversional.

            Anggapan yang awalnya mengatakan bahwa banyak orang yang meragukan kemampuan internet media konversional karena sifat internet yang tidak praktis dan mahal dan hanya akan bertahan beberapa tahun. Kenyataannya, perkembangan teknologi sekarang ini telah menciptakan komputer jinjing-porteble (laptop) dan dapat dibawa kemanapun. Akses internet juga sangat mudah dengan adanya teknologi Wi-fi yang dapat ditemukan diberbagai tempat yang menyediakan hotspot untuk menggunakan fasilitas tersebut. Hadirnya broadband juga mempermudah orang mengakses internet dimana saja dengan menggunakan mobile.

Penggunakan handset dapat membuat orang yang berada di seluruh dunia dapat mengakses informasi dengan cepat sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal ini, komunitas pers menjadi pihak pertama yang memanfaatkan teknologi ini dengan menampilkan informasi dalam bentuk teks, gambar, audio dan visual. Konsekuensinya, model-model jurnalisme via internet dan teknologi seluler yang mengusung kecanggihan ini juga membawa pengaruh bagi praktik kerja jurnalisme mainstrem (radio, televisi, cetak). Dari pihak audien/pembaca juga tidak ketinggalan terkena imbasnya.

Perkembangan teknologi jaringan komputer pada awal dekade 1990-an yang mendorong lahirnya teknologi internet menhadirkan metode untuk mentransmisikan bit-bit data dari satu komputer ke komputer lainnya, dari satu lokasi ke lokasi lainya di seluruh dunia. Internet juga memberikan ruang yang tidak terbatas untuk mengirim, menyimpan, atau mencari informasi oleh siapa saja. Dengan dikenalkannya teknologi World Wide Web (WWW) oleh tim Baeners-Lee internet mampu menampilkan halaman-halaman yang tidak hanya berisi teks saja, tetapi juga dilengkapi dengan gambar, grafik, animasi, dan suara-suara yang menarik sehingga dapat menampilkan layanan multimedia yang bersifat audio-visual (data, citra, dan suara). Internet tidak saja dapat menyajikan data yang bersifat teks dan gambar, tetapi juga sinergi audio dan visual. Sifatnya yang dinamis dan interaktif membuatnya lebih menarik dibanding sumber media informasi lain.

J. Pavlik (2001) menyebut jurnalisme online sebagai “contextualized journalism” yang mengintegrasikan tiga model komunikasi, yaitu kemampuan multimedia berdasarkan platform digital, kualitas-kualitas interaktif komunikasi online, dan fitur-fitur yang dapat ditata dengan berbagai variasi (costomizable features). Dalam kaitan ini, Rafaeli dan Newhagen[4] mengidentifikasi lima perbedaan utama yang ada di antara jurnalisme online dan media massa tradisional: (1) kemampuan internet untuk mengombinasikan sejumlah media; (2) kurangnya tirani penulis atas pembaca; (3) tidak seorang pun dapat mengendalikan perhatian khalayak; (4) internet dapat membuat proses komunikasi berlangsung sinambung; dan (5) interaktifitas web. Dengan berbagai ciri yang melekat pada jurnalisme online di atas, maka dapat dikatakan bahwa secara nyata terdapat perbedaan yang cukup mencolok pada jurnalisme online dibanding media konvensional. Dengan demikian. kelebihan dari internet sebagai media komunikasi adalah kemampuannya dalam mengubah alur komunikasi yang searah (dari komunikator ke komunikan) menjadi dua arah (dari komunikan ke komunikator). Sifat interaktif inilah yang menyebabkan internet mejadi media yang memperlebar ruang-ruang demokrasi, sebab masyarakat tak lagi sekadar objek pemberitaan tetapi juga bisa jadi subjek.

Menurut Santana[5] terdapat tiga kelompok situs berita dalam kaitannya dengan isi. Pertama, model situs berita yang banyak digunakan oleh media berita konvensional, yakni sekadar merupakan edisi online dari medium induknya. Isi orisinilnya diciptakan kembali oleh internet dengan cara mengintensifkan isi dengan kapabilitas-kapabilitas teknis dari cyberspace. Sejumlah fitur interaktif dan fungsi-fungsi multimedia ditambahkan. Isinya di-update lebih sering daripada medium induknya. Washington Post Online (www.washingtonpost.com), CNN Interactive(www.CNN.com), dan BBC News Online (www.BBC.co.uk) adalah contoh-contoh tipikal tipe ini. 

Kedua, bentukan situs Web-nya berisikan orisinalitas indeks, dengan cara mendesain ulang dan merubah isi dari berbagai media berita. Saloon.com atau Slate and Drudge Report.com masuk ke dalam tipe ini. Situs ini memendekkan portal-portal pemberitaan melalui indeksisasi dan kategorisasi, hasil seleksi berbagai media berita dan isi mereka. Berbagai model situs ini terfokus pada isu-isu spesifik, melayani kepentingan komunitas dan kelompok-kelompok tertentu, serta membuat saluran pertukaran pikiran dan diskusi interaktif dengan pembacanya. 

Ketiga, situs berita yang berisi diskusi dan komentar-komentar pendek tentang berita dan media. Media-media watchdogs masuk ke dalam kelompok ini. Mereka menjadi saluran untuk diskusi masyarakat mengenai permasalahan yang mencuat.

Sebagai medium baru, internet dan produk turunannya memiliki karakteristik khas dibanding dengan media konvensional yang telah ada. Internet merupakan salah satu aplikasi teknologi yang mendasarkan diri pada sistem kerja (platform) komputer. Oleh karena itu, tipologi (sistem) komputer akan menjadi landasan utuk mengidentifikasi batasan serta karakteristik internet dan produk derivatnya. Salah satu derivat produk teknologi Internet adalah situs berita. Disebut derivat karena pada prinsipnya, situs berita adalah penamaan untuk menyebut salah satu jenis media onlineyang telah ada. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Ashadi Siregar (dalam Kurniawan, 2005: 20). Menurutnya: “Media online adalah sebutan umum untuk sebuah bentuk media yang berbasis telekomunikasi dan multimedia (baca-komputer dan internet). Didalamnya terdapat portal, website (situs web), radio-online, TV-online, pers online, mail-online, dll, dengan karakteristik masing-masing sesuai dengan fasilitas yang memungkinkan user memanfaatkannya”. Oleh karena itu, situs berita merupakan salah satu sub-sistem dari media online. Penyebutan media online dikalangan beberapa ahli media cukup beragam.

Salah satu pendekatan dalam memahami media online juga dipaparkan oleh Ashadi Siregar. Ia melihat media online, melalui kacamata pendefinisian surat kabar digital, yakni sebuah entitas yang merupakan integrasi media massa konvensional dengan internet. Identifikasinya terhadap ciri-ciri yang melekat pada surat kabar digital ditulisnya sebagai berikut :
1.      adanya kecepatan (aktualitas) informasi
2.      bersifat interaktif, melayani keperluan khalayak secara lebih personal
3.      memberi peluang bagi setiap pengguna hanya mengambil informasi yang relevan bagi dirinya/dibutuhkan
4.      kapasitas muatan dapat di perbesar
5.      informasi yang pernah disediakan tetap tersimpan (tidak terbuang), dapat ditambah kapan saja, dan pengguna dapat mencarinya dengan menggunakan mesin pencari
6.      tidak ada waktu yang diistimewakan (prime time) karena penyediaan informasi berlangsung tanpa putus, hanya tergantung kapan pengguna mau mengakses.

Salah satu desain media online yang paling umum diaplikasikan dalam praktik jurnalistik modern dewasa ini adalah berupa situs berita. Situs berita atau portal informasi sesuai dengan namanya merupakan pintu gerbang informasi yang memungkinkan pengakses informasi memperoleh aneka fitur fasilitas teknologi online dan berita didalamnya. Content-nya merupakan perpaduan layanan interaktif yang terkait informasi secara langsung, misalnya tanggapan langsung, pencarian artikel, forum diskusi, dll; dan atau yang tidak berhubungan sama sekali dengannya, misalnya games, chat, kuis, dll (Iswara, 2001).

Lebih lanjut tentang media online berupa portal informasi ini, Iswara (2001) menjelaskan karakteristik umum yang dimiliki media jenis ini, yaitu:
1.      Kecepatan (aktualitas) informasi
Kejadian atau peristiwa yang  terjadi di lapangan dapat langsung di upload ke dalam situs web media online ini, tanpa harus menunggu hitungan menit, jam atau hari, seperti yang terjadi pada media elektronik atau media cetak. Dengan demikian mempercepat distribusi informasi ke pasar (pengakses), dengan jangkauan global lewat jaringan internet, dan dalam waktu bersamaan .dan umumnya informasi yang ada tertuang dalam bentuk data dan fakta bukan cerita.

2.      Adanya pembaruan (updating) informasi
Informasi disampaikan secara terus menerus, karena adanya pembaruan (updating) informasi. Penyajian yang bersifat realtime ini menyebabkan tidak adanya waktu yang diiistemewakan (prime time) karena penyediaan informasi berlangsung tanpa putus, hanya tergantung kapan pengguna mau mengaksesnya.

3.      Interaktivitas
Salah satu keunggulan media online ini yang paling membedakan dirinya dengan media lain adalah fungsi interaktif. Model komunikasi yang digunakan media konvensional biasanya bersifat searah (linear) dan bertolak dari kecenderungan sepihak dari atas (top-down). Sedangkan media online bersifat dua arah dan egaliter. Berbagai features yang ada seperti chatroom, e-mail, online polling/survey, games, merupakan contoh interactive options yang terdapat di media online. Pembaca pun dapat menyampaikan keluhan, saran, atau tanggapan ke bagian redaksi dan bisa langsung dibalas.

4.      Personalisasi
Pembaca atau pengguna semakin otonom dalam menentukan informasi mana yang ia butuhkan. Media online memberikan peluang kepada setiap pembaca hanya mengambil informasi yang relevan bagi dirinya, dan menghapus informasi yang tidak ia butuhkan. Jadi selektivitas informasi dan sensor berada di tangan pengguna (self control).

5.      Kapasitas muatan dapat diperbesar
Informasi yang termuat bisa dikatakan tanpa batas karena didukung media penyimpanan data yang ada di server komputer dan sistem global. Informasi yang pernah disediakan akan tetap tersimpan, dan dapat ditambah kapan saja, dan pembaca dapat mencarinya dengan mesin pencari (search engine).

6.      Terhubung dengan sumber lain (hyperlink)
Setiap data dan informasi yang disajikan dapat dihubungkan dengan sumber lain yang juga berkaitan dengan informasi tersebut, atau disambungkan ke bank data yang dimiliki media tersebut atau dari sumber-sumber luar. Karakter hyperlink ini juga membuat para pengakses bisa berhubungan dengan pengakses lainnya ketika masuk ke sebuah situs media online dan menggunakan fasilitas yang sama dalam media tersebut, misalnya dalam chatroom, lewat e-mail atau games.

Dalam konteks Indonesia, meskipun suratkabar, radio sudah ada sejak sebelum Republik Indonesia lahir, dan televisi sudah beroperasi pada tahun 1960-an, namun jurnalisme cetak, radio dan televisi sesungguhnya tidak berkembang dengan baik di Indonesia. Ini karena kedua jenis media tersebut sangat ketat dikontrol oleh pemerintah. Baru setelah Orde Baru tumbang,  jurnalisme cetak, radio, dan televisi berkembang pesat, bersamaan pula dengan jurnalisme online yang dipraktikkan oleh Detik, Astaga, Satunet, dll. Bedanya, bila operasionalisasi jurnalisme pada pers cetak, radio, dan televisi, para pengelolanya bisa dengan mudah belajar dari pengalaman serupa di negara lain, maka untuk jurnalisme online, para pengelola dan jurnalis situs berita harus mencari model-model kerja sendiri.

Para pengelola media cetak, radio atau televisi tidak tahu persis berapa pembaca, pendengar atau pemirsa yang mengikuti berita yang dipublikasikan. Mereka hanya menggunakan jumlah oplah sebagai patokan, atau survei pendengar dan pemirsa. Ini berbeda dengan dengan situs berita, sebab semua proses yang terjadi di internet terdata dengan rapi, sehingga berapa orang yang mengklik atau membaca satu halaman berita bisa dihitung jumlahnya setiap saat. Pada titik inilah redaktur bisa mengetahui secara pasti berita macam apa yang sedang dibutuhkan pembaca. Oleh karena itu dalam beberapa isu, situs berita sering membuat berita yang jauh berbeda dengan apa yang muncul di cetak, radio dan koran. Dari perilaku pembaca, para redaktur/penulis juga mengetahui, kalau ada peristiwa besar yang menyedot perhatian, maka pembaca akan mengejar terus perkembangan peristiwa tersebut dan cenderung mengabaikan peristiwa lain. Akibatnya sering terjadi dalam satu hari berita dalam situs berita hanya didominasi oleh satu atau dua isu tertentu.

Untuk mewartakan peristiwa yang sedang berlangsung, jurnalis situs berita dituntut memiliki kemampuan memilih sudut pandang berita secara cepat. Pemahaman teori dasar jurnalistik (unsur dan nilai berita) belum cukup, karena jurnalis harus juga memiliki kepekaan atas arah peristiwa dan pemberitaan. Masalah kedua adalah bagaimana bisa melaporkan berita secara cepat ke koordinator liputan/redaktur yang berada di kantor. Di sini jurnalis dituntut untuk membuat laporan yang logis, data yang akurat, serta mampu menyampaikan kutipan-kutipan yang menarik perhatian. Telepon seluler sangat mempermudah kerja jurnalis, namun perangkat tersebut tidak ada artinya tanpa diimbangai oleh kemampuan menyusun laporan cepat. Selanjutnya para redaktur di kantor harus menyaring laporan yang masuk dengan memperhatikan berbagai hal agar berita yang ditayangkan itu tetap mengacu pada prinsip-prinsip jurnaslime: akurat, objektif, fair, seimbang, dan tidak memihak.





Dafar Pustaka
Kheyene Molekandella Boer, "“Interaktivitas sebagai Strategi Mediated Communication pada Fans Pages Starbucks Coffee Indonesia”. Jurnal Ilmu Komunikasi. VOLUME 10, NOMOR 2, Desember 2013: 113-128. Sumber : https://ojs.uajy.ac.id/index.php/jik/article/download/348/396

McMillan,  Sally  J.  (2006).   Exploring   models of interactivity from multiple research traditions: Users, documents and systems. Dalam L.A Lievrow & Sonia M. Livingstone (Eds), Handbook of new media (h. 205-229). London: Sage.

Krisna, Nico Dwicahyo. 2016, “Kritik dan Anlisis Konsep Interaktivitas Jurnalisme Online dari Perspektif Sosiologi”. Sumber : https://www.kompasiana.com/nicoco/kritik-dan-anlisis-konsep-interaktivitas-jurnalisme-online-dari-perspektif-sosiologi.

Pavlik, John V. 2000. “Journalism and New Media, New York: Vintage Book”
Santana, Septiawan. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia,
Didik Supriyanto dan Iwan Awaluddin Yusuf. 2007. “Pers dan Teknologi Manusia: Dejurnalisasi di Tengah Konvergensi”. Jurnal :Volume 1, Nomor 2, Halaman 97-188.
 Awaluddin, Iwan Yusuf. 2010. “Lebih Dekat dengan Konvergensi Media dan Manajemen Media Online”. Sumber: https://bincangmedia.wordpress.com/2010/08/29/lebih-dekat-dengan-konvergensi-media-dan-manajemen-media-online/




[1] Kheyene Molekandella Boer, "“Interaktivitas sebagai Strategi Mediated Communication pada Fans Pages Starbucks Coffee Indonesia”. Jurnal Ilmu Komunikasi. VOLUME 10, NOMOR 2, Desember 2013: 113-128. Sumber : https://ojs.uajy.ac.id/index.php/jik/article/download/348/396
[2] McMillan,  Sally  J.  (2006).   Exploring   models of interactivity from multiple research traditions: Users, ocuments and systems. Dalam L.A Lievrow & Sonia M. Livingstone (Eds), Handbook of new media (h. 205-229). London: Sage.
[3] Wiratmi, Apsari Retno dan Mahfud Anshori. (2013). Media sosial sebagai pendukung interaktivitas di radio JIZ FM Yogyakarta. Jurnal Komunikasi Massa (e-journal), Edisi 2013, Vol. 1, Tanggal 16 januari.
[4] Santana, Septiawan. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakatra: Yayasan Obor Indonesia. Hlm: 137.
[5] Santana, Septiawan. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakatra: Yayasan Obor Indonesia. Hlm:: 136.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Nona Alviena Published @ 2014 by Ipietoon