Kamis, 02 November 2017

Cerpen _ Terlambat


Seorang gadis berlari menghindar dari kejaran seseorang di belakangnya di koridor kampusnya.
“Ulfa berhenti?” perintahnya, tapi tidak di gubris sama gadis ini yang terus berlari.

Karena kelelahan, dia berhenti sejenak dan berjongkok mengatur nafasnya. Ulfa kembali menegakkan tubuhnya, tapi dia terpaku pada sosok di depannya.
“kak. David” gumamnya. Dan dilanjutkan kekagetannya dengan panggilan seseorang di belakangnya.
“Ulfa?”

Ulfa berbalik dan melihat Reza yang datang menyusulnya.
“kakak kenapa masih mengejarku sih? aku kan sudah bilang, aku udah punya pacar, dan juga aku sudah bilang untuk cari cewek cantik dari aku. Lah ini? Kakak masih aja ngejar cewek gak jelas kayak aku. Aku heran ya, sama kakak, siapa sih yang meletin kakak sampai kak Reza kek gitu, aku rasa yang melakukannya orang buta, apa gak bisa melihat mana yang cantik mana yang enggak sih?” tanya Ulfa pada Reza yang malanjutkan ngerutu pada dirinya.
“aku gak bisa?’ jawab Reza.
“hah, kenapa? Karena aku gak nunjukin pacar aku sama kak Reza gitu?”
“ya” di sertai anggukan.
“yakin ingin mengenal pacarku?”
“ya”
       
Tanpa mengalihkan pandangannya dari Reza, Ulfa menarik tangan David, sosok yang berdiri di belakang Ulfa memperhatikan perdebatan kedua makhluk di depannya. David yang di tarik tiba-tiba menjadi kaget karena dia yang semula menjadi penonton berubah jadi aktor.
“nah ini pacarku , kak David, kenalkan? Gak mungkin gak kenal, orang kalian seangkatankan? dia juga ketua BEM kan?”

Yang ditanya hanya diam melihat ke arah David, seakan menuntut penjelasan dari David.
“ah, iya, jadi kamu orangnya, yang kata pacarku sering mengejarnya?” tanya David merangkul bahu Ulfa, hingga membuatnya menegang.
“maaf telah mengganggu pacarmu, aku tidak akan pernah menemuinya lagi” kecewa.
“tidak masalah jika berteman, aku tidak melarangnya untuk menambah teman, asalkan tidak membuatnya risih, ya kan sayang” tanya pada Ulfa.
“i-iya”
“hm, ya, terima kasih, aku permisi” ucap Reza melangkah pergi.

Setelah kepergian Reza, Ulfa baru bisa menarik nafas lega.
“hm, kak David, makasih bangat udah mau bantu aku tadi, permisi kak” berbalik untuk pergi, tapi tidak jadi dan kembali menghadap David.
“satu lagi kak, akting kakak sangat bagus, sekali lagi makasih ya kak?” melangkah pergi.
“siapa nama kamu?”tanya David yang membuat Ulfa kembali menghadapnya.
“untuk apa namaku?”
“kenapa? Apa aku gak boleh mengenalmu?”
“hari ini kita bertemu tidak sengaja, mungkin besok kita udah saling tidak mengenal lagi jika bertemu, jadi namaku gak penting” terseyum dan berbalik pergi.
“jangan datang dan pergi sesuka hatimu, itu tidak baik” ucap David yang membuat langkah Ulfa terhenti.
~Ooo~

Tutttttt......tutttttt...tutttttt....

Ulfa meraih ponselnya yang ada di atas nakas, dengan mata masih terpejam.
“hallo, siapa ya” tanyanya yang tidak melihat siapa yang menelpon.
“siapa-siapa? kamu masih tidur?” tanya seseorang di seberang sana dengan nada tinggi.
“hah?” terduduk dengan mata terbuka lebar melihat siapa yang menelpon.
“hehe, ada apa kak?” tanya Ulfa polos.
“ada apa kamu tanya? Kamu mau masuk kuliah jam berapa hah?”
“hah kak, gak usah pakek teriak-teriak kan bisa, lagian kan baru jam 09.00” melihat jam weker di nakasnya.
“ya jam 9, trus kamu ngebut di jalankan, ngejar waktu?” sindir di seberang sana.
“aku tunggu sebelum 30 menit terakhir pukul 9.00, kamu sudah ada di kampus” tambahnya.
“ya,ya baik daddy” memutuskan sambungan.

Ulfa menatap layar ponselnya yang sejenak menampilkan nama” My David”, si ketua BEM yang terkenal menghormati waktu ini sudah tiga bulan mengisi hari-harinya. Ulfa tersenyum mengingat perkenalan pertama mereka dulu.
“jangan datang dan pergi sesuka hatimu, itu tidak baik” ucap David yang membuat langkah Ulfa terhenti.

Flash back

Dengan melipat tangannya, berhadapan dengan David, Ulfa berkata.
“aku rasa tadi kita tidak sengaja bertemu”
“hm, apa pengakuan aku pacarmu juga tidak disengaja?” sindir David.
“kalau itu terpaksa”
“berarti kau harus membayar akibat keterpaksaan itu”
“apa yang harus ku lakukan?”
“siapa namamu?”
“Ulfa, selesai kan?” jengkel.
“No. kamu”
“hah?” bengong.
“telingamu gak bermasalahkan?”
“heh kak, aku harap kak David tidak terkenal pelet juga, kak David lihat aku, udah item manis lagi, terus pendek , mungil lagi, kak David serius ingin No ku?” cerocos Ulfa gak jelas yang membuat David tersenyum kecil.
“ya”
“hah, ya? Kurasa mata kakak harus benar-benar mendapat perawatan deh” saran Ulfa seraya mengambil ponsel di tangan David dan memasukkan No nya.
“itu No ku” mengembalikannya.

Ulfa tak sengaja melihat jam tangannya David. Tanpa diperintah ditariknya tangan David untuk melihat sudah jam berapa.
“hey”
“mampus gue” memukul jidatnya pelan, tanpa pamitan Ulfa langsung meluncur ruangan MK sekarang.

Flash on

Di kampus, di depan ruangan Ulfa, David mondar mandir menunggu Ulfa yang tak datang. Padahal waktu sudah satu jam lewat. Pak Bima juga akan masuk sepuluh menit lagi. Saat David mencoba menghubunginya tapi tak ada jawaban dari Ulfa.
“hei david, lo pergi ke acara pameran seni kan?” tanya seorang temannya.
“oh, ya tentu” jawab David normal menyembunyikan kekhawatirannya.

Setelah beberapa kali menghubungi Ulfa tapi tidak diangkat, akhirnya Ulfa balas menelvon.
“halo, kamu dimana? Kenapa gak di angkat aku telvon?” tanya David dengan notasi marah, tapi omelannya terhenti saat mendengar sahutan dari seberang sana bukan Ulfa.
“maaf, ini siapa?”
“...”
“apa? Kecelakaan?”
“...”
“dimana?”
“...”
“baik saya akan segera kesana” menutup sambungan dan berlari ke parkiran.

Dua puluh menit, David sudah sampai di rumah sakit. David langsung berlari ke ruang ICU tempat Ulfa berada setelah menanyakan pada suster di situ. Sampai di ruang ICU, langkah David melambat melihat tubuh mungil Ulfa yang di pasangkan alat-alat penunjang kehidupan. Suara monitor  yang menyakitkan bagi David saat mendengarnya, di tambah saat melihat wajah pucat Ulfa yang tak sadarkan diri.

“hai” sapa David berat, tapi tidak ada jawaban dari Ulfa. David terus menatap wajah Ulfa, wajah yang biasanya selalu ceria, wajah yang membuatnya tenang, tapi sekarang diam tak berkata. Ulfa perlahan membuka matanya, melihat sosok David di sampingnya membuatnya tersenyum kecil.
“kak.Uavid?” panggilnya lirih.
“ulfa, kamu udah sadar?”
“kak?”
“ya, kamu ingin apa? Aku pangil doktor dulu”
“tidak kak, aku, minta maaf kak?”
“udah jangan pikirkan itu-“
“aku, sayang, kak David” ucap Ulfa kembali memejamkan matanya.

Hancur sudah pertahanan David, air matanya mengalir begitu saja saat mendengar kata-kata lirih Ulfa. Perlahan di kecupnya kening Ulfa, kecupan yang lama hingga membuat Ulfa tersenyum kecil. Tidak lama keluarga Ulfapun datang, di perhatikannya satu persatu wajah keluarganya dan yang terakhir David orang yang baru beberapa bulan mengisi hidupnya. Perlahan mata Ulfa kembali tertutup yang diiringi suara nyaring dari monitor yang menunjukkan garis lurus.
~Ooo~

David menatap kotak kecil persegi empat yang berisi sebuah cincin. Cincin yang akan di gunakannya untuk melamarnya di acara pembukaan pameran seni yang diadakan oleh universitas mereka.

Perlahan David melangkah ke tempat pemakaman yang sudah dhadiri oleh banyak orang dan juga kawan Ulfa sendiri. Dengan air mata yang mengalir, dan tatapan lurus pada orang-orang di depannya, memorinya kembali berputar pada pertemuan pertama dengan Ulfa.

Ulfa tak sengaja melihat jam tangannya David. Tanpa di perintah di tariknya tangan David untuk melihat sudah jam berapa.
“hey”
“mampus gue” memegang dahinya, tanpa pamitan Ulfa langsung meluncur ruangan MK sekarang.

Saat Ulfa mengerjainya yang katanya baru bangun tidur.
“Ulfa kamu dimana?” tanya David marah.
“ha siapa?” ala orang tidur.
“kamu masih tidur”
“kak David? Oh tidak kak, aku sudah bangun”
“aku tunggu tiga puluh menit sudah ada di kampus” mematikan telvon tanpa menunggu balasan.

Baru beberapa menit mematikan telvon, seseorang datang dari belakangnya dan memberi kode pada teman-teman David untuk diam dan menutup mata David.
“hayo siapa?”
“Ulfa?” menggeram kesal karena dikerjai dengan menarik tangan IUlfa yang menutup matanya.
Ulfa memasang wajah cemberut dan langsung meninggalkan David untuk bergabung dengan teman David. Tanpa ulfa sadari David tersenyum dengan tingkah Ulfa.

Dan saat Ulfa berjanji akan datang ke acara pameran seni.
“Ulfa?”
“hm?”
“besok kamu datang kan ke acara pamerannya?”
“tentu, buat kak David apa yang enggak sih”
“lebay kamu ini”  ucap David mendengar tawaan kawannya karena kata-kata Ulfa.

David sampai di depan makamnya Ulfa. Air matanya kembali meluruh melihat batu nisan yang bertuliskan nama Ulfa Alviena.
kenapa? Kenapa saat aku ingin melakukannya, kamu pergi? Aku ingin kita selalu bersama” batin David memilukan.

David terus menatap batu nisan ulfa, sampai satu persatu langkah pergi meninggalkan pemakaman. Dihapusnya air mata di pipinya, David berlutut di samping Ulfa dan berkata.
“terima kasih, Ulfa”
“a-aku, mencintaimu” menahan tangisannya. Kemudian David berdiri dan melangkah meninggalkan pemakaman dangan hatinya yang hancur.


The and


0 komentar:

Posting Komentar

 

Nona Alviena Published @ 2014 by Ipietoon